2 jam yang lalu ·
Kesaksian Shara
Ayah saya, seorang Maroko, datang ke Inggris di awal tahun 70 an. Dia
mengajukan visa mahasiswa pada waktu itu, dan urusan imigrasi tidaklah sesulit
seperti saat ini.
Dia adalah seorang Muslim yang sangat taat pada waktu itu dan memiliki
jiwa pemberontak. Dia bertemu dengan ibu saya, seorang warga negara Inggris,
tidak berapa lama setelah dia tiba di Inggris. Dan setelah bertemu dengannya
beberapa kali, dia memutuskan untuk menikahinya.
Ibu saya berumur 16 tahun ketika menikah dengan ayah saya, dan ibu
saya masih tidak sadar akan orang Muslim dan kebenaran tentang mereka.
Setelah sekian tahun menikah, kakak perempuan saya lahir; keadaan menjadi
tidak baik diantara orang tua saya. Ayah saya menjadi kasar dan seringkali
mencambuk ibu saya hanya karena hal-hal sepele seperti, masakan yang terlalu
asin dan lain sebagainya.
Ayah saya selalu memaksa ibu saya untuk menjadi seorang wanita
Muslim, dan cintanya pada suaminya berarti bahwa dia tinggal di rumah dan
melahirkan saya setelah kakak perempuan saya berusia dua tahun. Ibu saya
kemudian melahirkan adik perempuan saya empat tahun kemudian.
Sebagai seorang pria Muslim, ayah saya bertambah marah dengan
kenyataan bahwa ibu saya hanya melahirkan tiga anak perempuan. Dia
memukul ibu saya dengan keras sehingga ia dirawat di rumah sakit. Para dokter
dipaksa untuk menghilangkan lukanya di tempat dimana ia dipukuli dengan
keras. Ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupnya. Ketika ibu saya
sadar, ayah saya dengan baik-baik mengatakan kepadanya bahwa dia akan
menceraikan ibu saya karena dia tidak dapat lagi melahirkan, dan sebagai lakilaki
dia membutuhkan seorang anak laki-laki.
Ibu saya melarikan diri dari ayah saya dan kami. Ketika adik saya
berumur enam bulan, ibu saya mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan
kehidupan kami untuk kebaikan; kami tidak pernah melihatnya lagi sampai saya
berumur dua puluh tahun (tetapi hal itu adalah cerita yang lain). Saya baru
berumur empat tahun pada waktu itu, dan belum cukup dewasa untuk
memahami mengapa dia meninggalkan kami. Yang saya lihat adalah bahwa dia
tidak dapat mengasihi kami.
Ayah saya tidak dapat mengurus tiga orang anak, sehingga dia menyerah
dan menempatkan kami di sebuah panti asuhan. Ini hanya keadaan sementara,
sampai ia dapat mencukupi dirinya sendiri. Situasi ini berlangsung selama tiga
tahun. Dia mengunjungi kami ketika kami tinggal di panti asuhan itu.
Bisakah anda bayangkan bagaimana kami merasa terhilang dan kesepian?
Pada suatu waktu kami memiliki seorang ibu, kemudian dia meninggalkan kami,
dan beberapa hari kemudian ayah kami membuang kami? Saya benar-benar
menjadi seorang gadis kecil yang sangat tidak beruntung.
Tetapi saya melihat kembali masa tiga tahun ketika berada di panti
asuhan dengan kegemaran tertentu, karena waktu itu adalah satu-satunya
waktu dalam hidup saya ketika saya mengalami kegembiraan menjadi seorang
anak. Ketika saya berumur tujuh tahun, ayah saya kembali dan mengambil kami
ke rumahnya. Tetapi yang pertama ia perlukan adalah untuk menikah kembali.
Jadi kami semua pergi ke Maroko untuk mengatur pernikahan.
Keluarga kami di Maroko tidak memberi kesempatan lagi kepadanya
untuk menikahi seorang wanita kafir, dan mereka telah mengambil seorang
wanita desa untuknya. Kami bertemu dengannya, dan dia terlihat cukup baik.
Kami merindukan kasih seorang ibu.
Ayah saya menikahi wanita ini dan kami kembali ke Inggris untuk
memulai kehidupan keluarga kami. Keadaan menjadi buruk: ayah saya menjadi
sangat saleh dan ibu tiri kami menjadi seorang monster. Dia baru saja di Inggris
beberapa bulan ketika kami mengalami pemukulan fisik yang pertama.
Dikarenakan kami telah tinggal di Inggris sebelum ayah kami mengambil
kami kembali, kami tidak dapat berbicara bahasa Maroko, jadi hal pertama yang
diterapkan adalah aturan yang baru. Tidak boleh berbicara di dalam rumah
kecuali dengan bahasa Maroko. Mengetahui bahwa kami tidak mengetahui
sedikitpun tentang bahasa Maroko, dan kami adalah anak-anak yang banyak
berbicara, acapkali kami melanggar aturan. Kakak saya menyebut kata “Dad”
dan bukannya menyebutnya dalam bahasa Maroko. Punggungnya dicambuk
hingga berdarah. Kapan pun salah seorang dari kami melanggar peraturan,
maka kami pasti menerima hukuman.
Hidup berubah dengan cepat, dan masa kanak-kanakku telah habis
dengan perlakuan sewenang-wenang yang penuh dengan kesakitan, pemukulan,
dan air mata. Sebagian besar hukuman fisik adalah dengan dicambuk, dibakar
(sebuah pisau yang merah karena dibakar ditempelkan pada kulit kami), diikat
dan ditinggalkan, dan dipaksa memakan kotoran. Saya tidak berbohong, hal-hal
tersebut adalah hal yang mereka lakukan untuk melatih kami, tetapi
sesungguhnya saya sendiri tidak akan melatih seekor anjing seperti itu.
Kami diajari bagaimana cara membaca Quran. Setiap melakukan
kesalahan, kami akan dipukul. Kami melakukan semua pekerjaan rumah, dan
kami menutupi diri ketika di sekolah. Kami tidak diijinkan memiliki teman, dan
kami tidak pernah bepergian kemanapun. Satu-satunya waktu kami bersenangsenang
adalah ketika kami berlibur ke Maroko. Kemudian orang tua kami
menjadi terlalu sibuk untuk memperhatikan kami setiap saat.
Kemudian, saat saya berumur sebelas tahun, ketika berlibur ke Maroko,
ayah saya memukul saya dengan keras di Medina (sebuah kota yang hampir
selalu dikunjungi). Dia sangat kejam. Itu pertama kalinya saya mencoba untuk
bunuh diri. Saya hanya ingin mati, menyerah, maka saya mengambil sebanyak
mungkin pil yang dapat saya dapatkan dan menelannya. Amat disayangkan
bahwa semua hal yang saya lakukan menyebabkan saya sendiri menjadi sangat
menderita kesakitan. Saya menghabiskan waktu sepanjang malam dengan
muntah, dan paman saya menjadi sangat khawatir. Dia berlari dan menjemput
ayah saya, yang hanya melihat saya berbaring dan berkata, “Bagus, biarkan dia
mati”. Percayalah apa yang saya katakan, pada saat itu saya benar-benar
menginginkan kematian.
Tetapi saya tidak mati, saya melanjutkan hidup saya. Kami kembali ke
Inggris, dan kehidupan berlanjut dengan cara yang sama: dipukuli dan
menangis sepanjang malam.
Pada suatu hari ketika saya berumur tiga belas tahun, ibu tiri saya
menjadi berlebihan ketika memukuli saya. Saya terlambat pulang ke rumah dari
sekolah (tidak terlalu terlambat) karena saya belajar di perpustakaan. Saya
berjalan memasuki rumah dan dia melompat ke atas saya. Saat itu ia
mengenakan sepatu hak tinggi, dan menggunakan bagian hak tingginya untuk
memukuli kepala saya. Dia terus memukul dan memukul. Saya teringat
merasakan sesuatu yang hangat mengalir di wajah saya. Saya teringat
meletakkan tangan saya ke wajah saya dan menariknya untuk melihat apakah
tangan saya berlumuran darah, dan sungguh banyak darah.
Saya pun pingsan. Ketika sadar saya tengah berada di rumah sakit, dan
mereka memberitahu saya bahwa saya mengalami koma selama tiga bulan.
Secara akademis, saya adalah seorang murid yang pandai. Saya lulus
semua ujian dasar regular dan saya akan meraih penghargaan dengan
disponsori oleh sekolah saya untuk pergi ke NASA ketika saya berumur enam
belas tahun. Itu semua hanyalah mimpi karena ayah saya tidak akan
mengizinkan saya pergi. Ini adalah contoh mengenai kebiasaannya belajar: Saya
suka membaca, jadi saya menyembunyikan buku di kamar saya dan
membacanya ketika saya mempunyai waktu luang. Koleksi buku saya menjadi
susah disembunyikan dan ayah saya menemukan buku-buku saya. Dia memukul
saya dan memperlihatkan kepada saya saat dia membakar buku-buku tersebut.
Dia kemudian meletakkan Quran di tangan saya dan berkata bahwa itulah satusatunya
buku yang harus saya baca.
Tetapi serangan ibu tiri saya pada kepala saya, dan sesudah koma tiga
bulan kembali menimbulkan efek buruk. Saya tidak mampu untuk sembuh
secara total. Biasanya sekali melihat angka maka hal itu akan dengan mudah
saya pahami, dan pelajaran ilmu pengetahuan pun saya anggap seperti sedang
mengemudikan sepeda. Tetapi saat itu semua semuanya membingungkan saya.
Saya menjadi bodoh.
Saya ditempatkan di rumah negara, karena orang tua saya tidak lagi
memiliki hak untuk merawat saya. Saya menjadi terapung-apung tanpa arah.
Saya berhenti sekolah, sungguh memalukan bagaimana ranking saya menjadi
sangat rendah di beberapa mata pelajaran. Orang-orang tahu apa yang telah
terjadi pada saya, tetapi saya terlalu malu untuk berhadapan dengan mereka.
Ketika berumur tujuh belas tahun, saya pergi berlibur dengan keluarga
saya ke Maroko. Saya mengetahui seberapa buruk orang tua saya kepada saya,
dan saya tidak lagi hidup di rumah, tetapi saya masih mengharapkan kasih
keluarga. Jadi saya memberi mereka kesempatan dan pergi bersama mereka.
Saya mengetahui risikonya. Saya mengemasi kopian passport dan akta
kelahiran saya, sejumlah uang ekstra, dan rincian kontak dengan kedutaan
Inggris di Maroko. Saya khawatir bahwa mereka akan mencoba menahan saya
dengan paksaan di Maroko.
Hal itu tidak hanya menjadi satu-satunya kekuatiran saya. Saya tidak
mengenakan jilbab saat itu, dan berpakaian sebagaimana saya inginkan. Pada
liburan itu, saya diperkosa oleh sepupu saya. Ketika dia menyelesaikan
perbuatannya, dia memandang saya dan berkata bahwa saya tidak boleh
memberitahukan siapapun karena tidak seorangpun akan mempercayai saya,
dan cara saya berpakaian menegaskan orang tidak akan menyalahkan dia.
Saya tahu dia benar. Saya menangis sampai tertidur selama waktu saya
ada di sana. Tidak seorangpun mengerti mengapa saya menjadi penyendiri, atau
mengapa saya membuat paman saya mengawal saya kemana pun – meskipun
paman saya tidak mengetahui alasannya. Saya hanya membutuhkan seseorang
untuk menemani saya.
Hal yang paling buruk adalah bahwa beberapa tahun kemudian saya
memberitahukan kepada kakak saya apa yang saya alami. Saya perlu untuk
memberitahu seseorang; saya membutuhkan seseorang untuk mengatakan
kepada saya bahwa hal tersebut bukan kesalahan saya. Kakak saya pergi dan
memberitahu orang tua saya. Mereka tidak mempercayai saya. Ayah saya
membentak saya, dan ibu tiri saya mengatakan kepada saya untuk menganggap
hal itu sebagai keberuntungan karena pria itu adalah seorang anak muda yang
baik. Tidak ada yang menyakitkan selain hal tersebut…setidaknya belum.
Saya menghabiskan waktu tujuh tahun melakukan apa yang saya
inginkan, pergi kemana saya mau. Berpakaian seperti apa yang saya kehendaki.
Tetapi saya tetap seorang Muslim di dalam hati. Saya hanya menganggap diri
saya sendiri sebagai seorang Muslim yang tidak melakukan kewajibannya. Saya
punya persoalan, dan meskipun ayah saya sangat kejam kepada saya, saya
masih berusaha memperoleh kebanggaan dan penerimaannya.
Saya bertemu dengan mantan suami saya ketika berumur dua puluh
tahun. Saya berada di sebuah stasiun pengisian bahan bakar dan kami mulai
berbincang-bincang. Dia terlihat sangat baik dan sopan, dan memiliki senyum
yang manis. Dia juga seorang Maroko, dimana amat sempurna karena saya
masih menginginkan ayah saya untuk mengasihi saya. Dia mengajak saya
berkencan, dan saya menerimanya. Kami memiliki saat yang indah, dan hal itu
berlanjut dengan kami bertemu satu sama lain ketika saya memiliki waktu luang
dari pekerjaan.
Ia mengatakan kepada saya bahwa dia bekerja (kemudian saya ketahui
bahwa dia berbohong). Ia biasanya meletakkan kepala saya di pangkuannya dan
membelai rambut saya; dia penuh kasih sayang dan pengertian. Saya terhanyut.
Bagi seseorang yang merasa tidak dikasihi selama hidup, saya akhirnya berpikir
bahwa saya telah menemukannya.
Enam bulan pertama pertemuan diantara kami sangatlah spesial. Saya
menghargai kenangan tersebut meskipun saat ini saat mengingatnya kembali
terasa menyakitkan.
Kami menikah, dan saya hamil saat berumur dua puluh satu tahun. Dan
saat itulah saya menemukan siapa suami saya sebenarnya. Jika dulu ia
menyambut saya dengan kebaikan, sekarang cercaan keluar dari mulutnya
setiap jam, setiap hari. Dimana dulu dia sangat penyayang, dia sekarang
mengolok-olok saya, dan mengatakan kepada saya bahwa orang seperti saya
tidak layak dikasihi. Dimana seharusnya kami menikmati malam di bioskop, atau
di sebuah restoran, sekarang saya tidak diijinkan untuk pergi kemanapun, dan
dia merasa tidak tertarik, sebagaimana dia menyebutnya, “ omong kosong
Barat”.
Saat pertama dia memukul saya, yang ia lakukan hanyalah sebuah
tamparan. Saya mengatakan bahwa itu hanya sebuah tamparan, karena saya
tumbuh dengan penyiksaan pada masa lalu.
Saya memiliki rumah sendiri pada waktu itu, bukan milik saya, tetapi
disediakan bagi saya oleh dewan. Rumah itu kecil tetapi itu adalah rumah, dan
ia seharusnya tinggal di sana bersama saya.
Penyiksaan menjadi bertambah buruk. Dia memanggil nama saya karena
tidak memakai jilbab, jadi saya mengenakannya untuk membuatnya berhenti
menyiksa saya. Tetapi tetap saja dia tidak berhenti. Dia semakin buruk; dia
mulai menendang, mencekik, dan memukul saya.
Ketika usia kehamilan anak pertama saya delapan bulan, dia pulang ke
rumah dengan sangat marah. Saya membukakan pintu untuk menyambutnya
dan dia menendang saya tepat melalui pintu ganda rumah kami. Tidak masalah
bahwa saya hamil darinya; tetapi yang ia lakukan sungguh menyakitkan bahwa
dia menendang saya di perut dengan tidak memperhatikan anaknya yang
sedang saya kandung.
Saya sedih ketika merasakan bahwa saya layak mendapatkannya.
Sungguh mengherankan bahwa saya merasa bahwa saya pantas diperlakukan
seperti itu, jika demikian dimanakah sesungguhnya harga diriku?
Juga, berdasarkan Islam, saya merasa wajib untuk tetap berusaha
menghadapinya. Saya melahirkan, tetapi tidak ada yang berjalan dengan baik.
Saya masih tinggal bersamanya, meskipun saya tidak memiliki kuasa atas diri
saya sendiri. Dia tidak mengizinkan saya untuk mendengarkan musik, menonton
televisi, membaca buku-buku (membaca buku adalah kegemaran dan menjadi
pelarian saya).
Saya tidak diijinkan bertemu dengan teman-teman saya kembali. Saya
menjadi terkurung di rumah sebab ia merasa bahwa saya adalah setengah
Inggris, dan saya mirip seperti orang yang tidak beriman.
Saat dia memukul saya, dia selalu mengatakan bahwa dia diijinkan
melakukannya; inilah mengapa saya menjadi sangat marah ketika orang Muslim
mencoba berkata bahwa ayat tersebut berada di sana sebagai alat untuk
pencegahan. Allah sendiri di dalam Quran mengijinkan seorang suami untuk
memukul isterinya.
Saya tidak akan membuat anda bosan mendengarkan cerita panjang
tentang keseluruhan waktu delapan tahun yang saya habiskan bersamanya,
tetapi saya akan mengambil beberapa kejadian untuk menegaskan hal ini.
Hari dimana Menara Kembar WTC jatuh, dia sangat gembira. Dia
merayakan kematian semua orang-orang itu; ibunya menyelenggarakan pesta
besar dan banyak orang Muslim datang ke rumahnya untuk merayakannya.
Saya harus duduk di sana dan menonton mereka memutar ulang peristiwa
serangan itu berulang kali. Saya sangat marah dalam hati. Dia tidak dapat
melihat kebencian saya kepadanya karena ia menyukai kematian. Ketika kami
pulang ke rumah dia menghukum saya dan menyebut saya pecinta Yahudi.
Orang ini melakukan hal-hal yang mengerikan kepada saya selama saya
menikah dengannya. Dia mencoba melarikan saya dengan mobilnya dan
melemparkan saya keluar dari mobil yang bergerak. Dia memukul saya di depan
anak laki-laki saya.
Dia mengatakan kepada saya setiap waktu betapa hinanya diriku
dibandingkan dirinya karena saya bukan seorang Muslim yang murni, hanya
setengah. Saya mencoba dengan keras untuk menyenangkannya; saya
melemparkan diri saya ke dalam kepercayaannya dan mencoba membuktikan
diri saya berharga. Tetapi tidak ada satupun yang saya lakukan dipandang
cukup baik. Saya berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan saya, tetapi tidak
ada Allah, jadi tidak ada seorang pun yang menjawab.
Ketika saya mengetahui bahwa saya mengandung seorang anak
perempuan, saya tahu bahwa ini adalah waktunya untuk pergi. Saya tidak
menginginkan puteri saya tumbuh dengan pemikiran bahwa dia tidak lebih
berharga dibanding laki-laki. Atau berpikir bahwa tidak mengapa seorang lakilaki
memukul wanita. Saya tidak mau dia menjadi malu karena saya.
Sebagai ibunya saya menjadi teladannya. Teladan seperti apakah yang
saya miliki jika saya tetap tinggal bersama suami saya? Jadi pada suatu hari,
saya mengemasi barang-barang ketika suami saya pergi, dan saya melarikan
diri. Saya mengambil anak-anak saya bersama saya (tidak seperti yang
dilakukan ibu saya).
Hari tersebut akan selalu saya ingat hingga hari kematian saya. Saya
menghentikan sebuah taksi, dan kami masuk ke dalamnya. Saya meninggalkan
dia dan saya sangat senang. Saya melepaskan jilbab ketika kami berada pada
jarak yang aman dari rumah, dan saya melemparkannya keluar melalui jendela
taksi. Anda harus melihat muka dari sopir taksi; dia sangat terkejut sehingga
tidak bisa mengatakan apapun.
Saya membiarkan mantan suami saya berhubungan dengan anak-anak
saya untuk sementara waktu, tetapi saya menghentikannya sekarang, karena
dia mengajarkan kepada mereka kebohongan Islam seperti biasanya, dan anakanak
menjadi sulit diatasi.
Sesungguhnya, kebebasan saya dimulai ketika saya menemukan Faith
Freedom International (FFI), sebuah organisasi yang mendukung para Muslim
yang tengah berharap untuk meninggalkan keimanannya. FFI membuka mata
saya pada cara-cara baru dalam melihat kehidupan. Dan sekarang saya
berharap bahwa keadaan menjadi lebih baik dari sekarang dan seterusnya. Bagi
kami mantan Muslim, memang tidaklah mudah untuk membuang semua sisa
pencucian otak yang telah kami terima sejak masih anak-anak. Saya masih
menilai diri saya sendiri dan masih menemukan saat-saat dimana saya
merenungkan kembali apakah saya telah melakukan hal yang benar. Tetapi
kemudian saya hanya perlu mengambil Quran untuk mengingatnya dan saya
merasa lebih baik. Pada suatu hari saya tidak mau memiliki kenangan itu lagi.
Saya mulai kuliah, saya memilih apa yang ingin saya kenakan, saya
memilih bagaimana saya harus menjalani hidup. Saya membawa anak-anak
saya menjauh dari pengaruh Islam yang merusak. Saya berharap banyak orang
Muslim dapat meninggalkan Islam tahun ini dan tahun-tahun berikutnya sampai
tidak seorang pun tersisa
===============
creta2 penganiayaan kaya gene banyak skali di internet. jutaan cewe eslam disiksa suami gara2 olo suruh pukul bini lo.
n suami2 yang melakukan kekerasan dalem rumah tangga alias KDRT, ga pernah merasa salah, palagi berdosa saat menyiksa bininye sendiri.
ESLAM JELAS AGAMA SETAN KARNA MENGHALALKAN KEKERASAN N TEROR DALEM SEGALA HAL. HA...7X
ESLAM ADALAH SATU2NYE AGAMA YANG DIRIDHOI IBLIS/SETAN/OLO WTS. HA...7X
----------------
My
blog is now at the click of a variety of countries including
Indonesia, the United States, Britain, Germany, France, Russia,
Canada, India, Japan, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Syria,
Egypt, Australia, New Zealand, Malaysia, Brunei Darussalam, Hongkong,
Singapore, China, Taiwan, Argentina, Colombia, Serbia, Morocco,
Algeria, Brazil, Moldova, Macedonia, Netherlands, Spain, South Korea,
Timor Leste, Norway, Belgium, Romania, Vietnam, Bulgaria, Albania,
Azerbaijan, Mexico, Venezuela, Swedish, Irish, Turkey, Italy, Cile,
Austria, and others.
Here's
a list of my blogs:
so
help me with prayer and purchase books written by me.
Here's
a list of my books:
BELI BUKU GUE NYOK. ha...7x
Biar
gue bisa full time menyebarkan injil.
BIAR
NAMA YESUS DITINGGIKAN DAN DIMULIAKAN DI SELURUH BUMI. HA...7X
Filipi
2:5-11
5
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus,
6 yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah
itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan
dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
9
Itulah sebabnya Allah sangat
meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala
nama,
10 supaya
dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang
ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan
segala lidah mengaku: ''Yesus Kristus adalah Tuhan,'' bagi kemuliaan
Allah, Bapa!
TRANSFER
UANG PEMBELIAN BUKU/HAK LISENSI KE :
Richard Nata
Bank
Central Asia, Tbk, Indonesia
002-157-6394
SETELAH ITU KIRIM EMAIL DISERTAI BUKTI TRANSFER KE guerich007@gmail.com
ATAU
SMS KE 62-8889910822 ( SMS ONLY, NO PHONE CALL ).
Jangan
lupa, beritahukan buku apa yang anda beli dari kami.
LORD JESUS BLESS YOU
AMEN
No comments:
Post a Comment