KESAKSIAN MANTAN TERORIS DAN MILITAN PLO PALESTINA
WALID SHOEBAT : ISLAM BUKAN AGAMA, ISLAM MENGHASILKAN KEKERASAN !
“Walid Shoebat: Mengapa Saya Meninggalkan Jihad ?”
Kesaksian Walid Shoebat..
“Saya teringat pada satu kesempatan di Betlehem ketika para penonton
yang penuh sesak di sebuah bioskop bertepuk-tangan dengan sukacita saat
menonton film 21 Hari di Munich. Saat kami melihat orang-orang Palestina
…membunuh atlet-atlet Israel, kami…berteriak,’Allahu Akbar!’Sebuah
slogan sukacita”.
Salah-satu kekuatan yang paling dahsyat di
dunia adalah kesaksian yang mengubah hidup. Sebagaimana Parvin dan Homa
Darabi, Walid Shoebat juga mengalami jahatnya terorisme karena ia pernah
menjalaninya – pada kenyataannya, ia mempraktekkannya. Sewaktu remaja,
ia membom sebuah bank di Tanah Suci dan turut serta memukuli seorang
tentara Israel. Ketika istrinya yang beragama Katolik menantangnya untuk
mempelajari Alkitab, hatinya yang keras kemudian menjadi lembut saat ia
belajar tentang anugerah, rekonsiliasi, dan kasih yang diberikan
melalui pengorbanan Yesus Kristus. Sekarang Walid menyerukan perlunya
toleransi beragama dan kebebasan pribadi. Dan ia berusaha keras,
berjalan dari seorang teroris menjadi seorang yang anti teroris.
Kisah Walid Shoebat dengan tajam menunjukkan pada kita apa yang akan
terjadi di lingkungan kita jika kita tidak menghentikan terorisme Islam.
Ia meninggalkan Islam dengan alasan yang jelas: Islam menghasilkan
kekerasan. Ia takut jika kita yang hidup di dunia Barat dan
negara-negara non-Muslim lainnya tidak bersatu sekarang, kita akan
menghadapi kekerasan Islam yang lebih dahsyat di kemudian hari. Saat itu
terjadi, itu tidak terjadi di suatu tempat di seberang lautan – itu
akan terjadi di dalam komunitas kita sendiri.
Mengapa Saya Meninggalkan Islam ?
Saya lahir dan dibesarkan di Beit Sahour, Betlehem, di Tepi Barat,
dalam sebuah keluarga berada. Kakek dari pihak ayah saya adalah seorang
mukhtar, atau kepala suku, di desa itu. Ia adalah sahabat dari Haj-Ameen
Al-Husseini, Mufti Agung Yerusalem dan sahabat dekat Adolf Hitler.
Kakek dari pihak ibu saya, F.W.Georgeson, di sisi lain, adalah sahabat
dekat Winston Churchill, dan pendukung keras terbentuknya negara Israel,
walau saya tidak terlalu menyadari akan hal ini sampai bertahun-tahun
kemudian dalam hidup saya. Saya dilahirkan pada salah satu hari raya
penting Islam, yaitu hari kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah suatu
kehormatan besar untuk ayah saya. Untuk merayakan hari itu, ia menamai
saya Walid, yang berasal dari kata bahasa Arab mauled, yang artinya
“kelahiran”. Itu adalah cara ayah saya untuk mengingat kenyataan bahwa
putranya dilahirkan pada hari yang sama dengan kelahiran nabi terakhir
dan terbesar dari semua nabi.
Ayah saya adalah seorang Muslim
Palestina yang mengajar bahasa Inggris dan studi Islam di Tanah Suci.
Ibu saya adalah seorang Amerika yang menikahi ayah saya pada tahun 1956
ketika ayah saya sedang studi di Amerika. Karena mereka takut akan
pengaruh dari gaya hidup Amerika terhadap anak-anak mereka, saat ibu
saya sedang mengandung saya, orang-tua saya pindah ke Betlehem, yang
pada waktu itu adalah bagian dari Yordania. Itu terjadi pada tahun
1960.Tak lama setelah orang-tua saya tiba di Betlehem, saya dilahirkan.
Ketika ayah saya berganti pekerjaan, kami pindah ke Arab Saudi dan
kemudian kembali ke Tanah Suci – kali ini ke dataran terendah di muka
bumi: Yerikho.Saya dibesarkan dan belajar bagaimana membenci namun
diselamatkan melalui teladan mengasihi yang ditunjukkan oleh ibu saya
yang adalah orang Amerika, yang paham soal belas kasih, keadilan, dan
kebebasan.
Saya tidak pernah melupakan lagu pertama yang saya
pelajari di sekolah.Judulnya adalah : “Orang-orang Arab Kekasih Kami dan
Orang-orang Yahudi Anjing-anjing Kami”. Waktu itu saya baru berumur 7
tahun. Saya ingat waktu itu saya bertanya-tanya siapakah orang Yahudi
itu, namun bersama dengan teman-teman sekelas saya, saya mengulangi
kata-kata itu tanpa benar-benar memahami apa arti yang sebenarnya.
Saya dibesarkan di Tanah Suci, saya mengalami beberapa pertempuran
antara Arab dan Yahudi. Pertempuran pertama, ketika kami masih tinggal
di Yerikho, adalah Pertempuran Enam Hari, ketika orang Yahudi
menaklukkan Yerusalem tua dan sisa “Palestina”. Sulit sekali
menggambarkan betapa hal ini sangat mengecewakan dan mempermalukan orang
Arab dan kaum Muslim di seluruh dunia.
Konsul Amerika di
Yerusalem datang ke desa kami tidak lama sebelum perang itu terjadi
untuk mengevakuasi semua orang Amerika di wilayah itu. Oleh karena ibu
saya adalah orang Amerika, mereka menawarkan bantuan kepada kami, tapi
ayah saya menolak bantuan apapun dari mereka, karena ia mencintai
negerinya. Saya masih ingat banyak hal selama perang itu – suara ledakan
bom yang berlangsung berhari-hari dan bermalam-malam selama 6 hari,
penjarahan toko-toko dan rumah-rumah oleh orang-orang Arab di Yerikho,
orang-orang mengungsi menyeberangi Sungai Yordan karena takut terhadap
orang Israel.
Perang itu dinamai demikian karena hanya
berlangsung dalam 6 hari. Orang Israel memperoleh kemenangan atas
pasukan multi-nasional Arab yang menyerang dari banyak front. Hanya pada
hari ke-7 peperangan ini, Rabbi Shalom Goren, ketua rohaniwan pasukan
Pertahanan Israel, mengeluarkan pernyataan yang bergema dishofar,
mengumumkan kontrol Yahudi atas Tembok Barat dan kota tua Yerusalem.
Banyak orang Yahudi menghubungkan peristiwa ini paralel dengan kejadian
yang dicatat dalam Alkitab ketika Yosua dan bangsa Israel menaklukkan
Yerikho. Yosua dan orang Israel mengelilingi tembok Yerikho selama 6
hari, dan pada hari yang ke-7, mereka mengelilingi tembok itu 7 kali.
Para imam membunyikan shofar bersamaan dengan orang-orang Israel
berteriak dengan satu suara. Tembok pun roboh dan orang Israel menguasai
kota itu.
Seusai perang, bagi ayah saya di Yerikho,
seakan-akan tembok itu telah roboh langsung menimpanya. Selama perang,
ia duduk lengket dengan radio mendengarkan stasiun radio Yordan. Ia
selalu berkata bahwa orang-orang Arab akan memenangkan perang itu – tapi
ia mendengarkan stasiun radio yang salah. Stasiun radio Israel
mengabarkan kebenaran mengenai kemenangan telak mereka. Namun ayah saya
memilih untuk mempercayai orang Arab yang mengklaim bahwa orang-orang
Israel – selalu – berbohong, mengumumkan propaganda palsu. Banyak
diantara kita sekarang yang tentunya masih ingat menteri informasi
Saddam, yang dikenal dengan “Baghdad Bob”, dan semua klaim liar dan
laporan palsu yang diteriakkannya beberapa hari setelah kejatuhan
Baghdad? Dalam dunia Islam, nampaknya ada hal-hal yang tidak pernah
berubah.
Kemudian, pindah kembali ke Betlehem, dan ayah saya
memasukkan kami ke sebuah sekolah Anglikan-Lutheran agar dapat menguasai
pelajaran-pelajaran bahasa Inggris. Saudara saya laki-laki dan
perempuan, dan saya sendiri adalah satu-satunya orang Muslim di sekolah
itu. Kami bertiga dibenci. Terutama bukan karena kami orang Muslim,
tetapi karena kami setengah Amerika. Walaupun itu adalah sekolah
Kristen, sekolah itu masih memiliki jejak kekristenan yang berwarna
Islam yang mempengaruhi banyak orang Kristen Palestina hingga saat ini.
Agar dapat diterima – dan kadangkala hanya supaya bisa tetap hidup –
banyak orang Kristen di negara-negara yang didominasi Islam mengadopsi
sikap benci yang dimiliki orang Muslim di sekeliling mereka terhadap
Israel, Amerika dan dunia Barat.
Karena kami separoh Amerika, guru-guru seringkali memukuli kami sementara murid-murid Kristen menertawakan hal itu.
Akhirnya, ayah saya memindahkan saya ke sekolah pemerintah dimana saya
mulai bertumbuh kuat dalam Islam. Saya diajari bahwa suatu hari
penggenapan sebuah nubuat kuno oleh Nabi Muhammad akan terjadi. Nubuat
ini menceritakan suatu peperangan dimana Tanah Suci akan kembali
ditaklukkan Islam dan eliminasi orang Yahudi akan terjadi dalam sebuah
pembantaian massal. Nubuat ini ditemukan dalam banyak buku suci tradisi
Islam yang dikenal dengan Sahih Hadith. Tradisi ini berbunyi sebagai
berikut, dan merupakan pola pikir semua pengikut Islam radikal”
“[Muhammad berkata:] Saat terakhir tidak akan datang kecuali orang
Muslim memerangi orang Yahudi dan orang Muslim akan membunuh mereka
hingga orang Yahudi menyembunyikan diri di balik batu atau pohon dan
berkata: Muslim, atau hamba Allah, ada orang Yahudi di belakang saya;
datang dan bunuhlah dia; tetapi pohon Gharqad tidak akan berkata, karena
itu adalah pohon orang Yahudi”. (Sahih Muslim Buku 041, Nomor 6985).
Jika ditanya dimana pembantaian itu akan dilaksanakan, tradisi
mengatakan bahwa itu akan terjadi di “Yerusalem dan daerah
sekelilingnya”.
Selama masa remaja saya, seperti ayah, saya selalu
menyesuaikan diri dengan Islam dan apa saja yang diajarkan guru-guru
Muslim kepada kami.
Saya, seperti halnya teman-teman sekelas
saya pada umumnya, sangat terinspirasi oleh visi Muhammad yang gelap dan
penuh darah. Saya menyerahkan hidup saya untuk jihad, atau perang suci,
untuk memenuhi penggenapan nubuat ini. Saya ingin menjadi bagian dari
tercapainya rencana Muhammad, ketika Islam akan memperoleh kemenangan
terakhir atas orang Yahudi dan akhirnya – tanpa halangan lagi –
memerintah dunia. Ini adalah ideologi para mentor saya, dan ketika saya
telah meninggalkan paham fanatik ini, jutaan orang di Timur Tengah masih
mempercayainya, dan mereka masih berjuang untuk menjadikannya sebuah
realita.
Selama masa remaja saya, sering ada kerusuhan di
sekolah menentang apa yang kami sebut sebagai pendudukan Israel.
Sedapat-dapatnya saya berperan sebagai penghasut dan penggerak. Saya
bersumpah untuk memerangi musuh Yahudi, percaya bahwa dengan
melakukannya saya sedang melakukan kehendak Tuhan di atas bumi. Saya
tetap setia pada sumpah saya saat saya memerangi tentara Israel dalam
setiap kerusuhan. Saya menggunakan berbagai alat yang ada untuk
menghasilkan kerusakan dan sakit yang sebesar-besarnya.
Saya
berunjuk rasa di sekolah, di jalanan, dan bahkan di Temple Mount di
Yerusalem. Selama sekolah menengah, saya adalah pemimpin aktivis yang
memperjuangkan Islam. Saya akan mempersiapkan pidato-pidato,
slogan-slogan, dan menulis grafiti anti Israel sebagai usaha untuk
memprovokasi murid-murid lain untuk melempari tentara-tentara Israel
yang bersenjata dengan batu. Gema bergemuruh teriakan-teriakan kami
masih jelas dalam ingatan saya:
Tidak ada damai atau negosiasi dengan musuh!
Darah dan jiwa kami kurbankan untuk Arafat!
Darah dan jiwa kami kurbankan untuk Palestina!
Matilah Zionis!
Impian saya adalah untuk mati sebagai sahid, seorang martir untuk
Islam. Pada saat berunjuk rasa saya akan membuka baju saya berharap
untuk ditembak, tetapi karena orang Israel tidak pernah menembaki tubuh,
saya tidak pernah berhasil. Ketika gambar-gambar sekolah diambil, saya
dengan sengaja berpose dengan wajah yang cemberut mengantisipasi bahwa
pada koran berikut wajah sayalah yang akan dimuat sebagai martir
berikutnya.
Banyak kali saya hampir terbunuh waktu unjuk rasa
siswa dan kerusuhan dengan tentara Israel. Jantung saya berdebam; tak
ada yang dapat menyingkirkan keinginan saya –kebencian dan kemarahan
saya – selain dari mujizat. Saya adalah salah seorang dari orang-orang
muda yang mungkin anda lihat di CNN melempar batu dan bom molotov pada
hari-hari Intifada atau “kebangkitan”. Pada waktu itu, saya akan
membenci label itu; tapi sebenarnya saya adalah seorang teroris muda.
Pencucian otak dengan paham Islam-Nazi oleh para guru dan imam – dalam
keseluruhan budaya saya – mencapai pengaruh yang dicita-citakannya.
Apa yang saya ketahui sekarang adalah bahwa saya tidak hanya meneror
orang lain, tetapi dalam banyak hal, saya sedang meneror diri saya
sendiri dengan apa yang saya percayai. Perjuangan utama saya adalah
untuk mendapatkan nilai yang cukup – untuk membangun catatan teror yang
hebat – agar disukai Allah. Saya hidup dengan takut akan penghakiman dan
neraka dan berpikir bahwa hanya dengan bersikap jahat seperti itu saya
mempunyai kesempatan untuk masuk janna(surga, atau nirwana). Saya tidak
pernah yakin bahwa semua “perbuatan baik” saya dapat melebihi
perbuatan-perbuatan jahat saya jika ditimbang pada Hari Penghakiman.
Saya tidak hanya digerakkan oleh kemarahan dan kebencian, tetapi juga
oleh rasa tidak aman dan ketakutan secara spiritual. Saya percaya pada
apa yang telah diajarkan pada saya: cara yang paling pasti untuk
meredakan kemarahan Allah terhadap dosa-dosa saya adalah dengan mati
memerangi orang Yahudi. Mungkin, jika saya berhasil, saya akan diberi
pahala tempat khusus di Surga dimana wanita-wanita cantik bermata besar
akan memenuhi hasrat saya yang terdalam.
Sulit untuk
menggambarkan sampai pada tahap seperti apa pencucian otak yang dialami
orang seperti saya, yang dibesarkan di bawah sistem pendidikan
Palestina. Semua pihak berotoritas menyuarakan pesan yang sama: pesan
Islam –jihad atau kebencian terhadap orang Yahudi – dan hal-hal yang
seharusnya tidak berkuasa atas pikiran orang muda.
Saya
teringat satu kejadian di Sekolah Menengah Dar-Jaser di Betlehem saat
sedang studi tentang Islam, ketika salah seorang teman kelas saya
bertanya kepada guru apakah seorang Muslim diijinkan memperkosa wanita
Yahudi setelah mengalahkan mereka. Jawabannya adalah, ”Wanita yang
ditangkap dalam pertempuran tidak mempunyai pilihan dalam hal ini,
mereka adalah gundik-gundik dan mereka harus menaati tuannya.
Berhubungan seks dengan budak tawanan bukanlah “sebuah pilihan bagi para
budak”. Ini bukanlah pendapat guru itu semata-mata, tetapi jelas sekali
diajarkan di dalam Qur’an:
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini)
wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu”. Surah 4:24
Dan juga dikatakan dalam Qur’an:
“Hai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki
yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan
(demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu,
anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan
dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara
perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai
pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin”. Surah 33:50.
Kami tidak mempermasalahkan soal Muhammad mengambil keuntungan dari hak
istimewa ini saat ia menikahi sekitar 14 istri dan mempunyai beberapa
budak wanita yang dikumpulkannya sebagai rampasan beberapa perang yang
dimenangkannya. Kami tidak benar-benar tahu berapa banyak istri yang
dimilikinya dan pertanyaan itu senantiasa merupakan hal yang kami
perdebatkan.Salah seorang dari istri-istrinya diambil dari anak
angkatnya sendiri, yaitu Zayd. Setelah Zayd menikahi wanita itu,
Muhammad tertarik padanya. Zayd memberikannya kepada Muhammad, tetapi
Muhammad tidak menerima pemberian Zayd itu hingga turunlah wahyu dari
Allah. Istri-istri Muhammad yang lainnya adalah para tawanan Yahudi yang
dipaksa menjadi budak setelah Muhammad memenggal kepala para suami dan
keluarga mereka. Inilah hal-hal yang kami pelajari dalam studi kami
mengenai Islam di sekolah menengah. Inilah orang yang harus kami
teladani dalam segala hal. Inilah nabi kami, dan dari dia dan
perkataannyalah kami belajar untuk membenci orang Yahudi.
Saya
teringat pada satu kesempatan di Betlehem ketika para penonton yang
penuh sesak di sebuah bioskop bertepuk tangan dengan sukacita saat
mereka menyaksikan film 21 Hari di Munich. Saat kami menyaksikan
orang-orang Palestina melempar granat ke dalam helikopter dan membunuh
para atlet Israel, kami semua – ratusan penonton – berteriak, “Allahu
akbar!” sebuah slogan sukacita.
Dalam suatu usaha untuk
mengubah hati orang Palestina, stasiun televisi Israel menayangkan film
dokumentasi mengenai Holocaust. Saya duduk dan menonton, menyoraki orang
Jerman sambil makan pop corn. Hati saya begitu keras, mustahil bagi
saya untuk mengubah sikap saya terhadap orang Yahudi, kecuali melalui
“pencangkokan hati”.
Oleh karena kemurahan Tuhan, saya memiliki
sesuatu yang hanya dimiliki oleh sedikit dari teman-teman sekelas saya.
Saya mempunyai seorang ibu yang berbelas kasih dan memiliki suara yang
lembut – dengan sabar berusaha menggapai saya di tengah-tengah hiruk
pikuk suara kebencian yang menulikan di sekitar saya. Ia berusaha
mengajari saya di rumah tentang apa yang disebutnya dengan “rencana yang
lebih baik”. Namun demikian, pada waktu itu apa yang diajarkannya hanya
berdampak sedikit pada saya, karena tekad saya sudah teguh – saya akan
hidup atau mati memerangi orang Yahudi. Tetapi seorang ibu tidak pernah
menyerah.
Saya tidak menyadarinya waktu itu, tetapi ibu saya
telah dipengaruhi oleh sepasang misionaris Amerika. Ia bahkan telah
dengan diam-diam meminta mereka untuk membaptisnya. Namun, ketika ia
menolak untuk dibaptis di kolam yang penuh dengan ganggang hijau,
pendeta misionaris itu harus meminta YMCA di Yerusalem untuk
mengosongkan kolam yang dikhususkan untuk pria, dan kemudian ibu saya
dibaptis disana. Tak seorang pun anggota keluarga kami mengetahuinya.
Seringkali ibu mengajak saya mengunjungi berbagai museum di Israel. Ini
berdampak positif pada saya dan saya jatuh cinta pada arkeologi. Saya
terpesona pada arkeologi. Dalam banyak argumentasi saya dengan ibu,
secara langsung saya katakan padanya bahwa orang Yahudi dan orang
Kristen telah berubah dan memalsukan Alkitab. Ia menanggapinya dengan
membawa saya ke Museum Gulungan Kitab di Yerusalem dimana ibu
menunjukkan pada saya gulungan kuno kitab Yesaya – masih utuh. Ibu saya
berhasil menyampaikan argumennya tanpa berkata-kata. Walaupun ibu
berusaha mencapai saya dengan sabar dan lembut, saya tidak tergoyahkan.
Saya akan menyiksanya dengan hinaan. Saya menyebutnya seorang “kafir”
yang mengklaim bahwa Yesus adalah Anak Tuhan dan saya menyebut ibu
“seorang penjajah terkutuk Amerika”. Saya menunjukkan padanya
gambar-gambar di suratkabar tentang semua remaja Palestina yang telah
menjadi “martir” sebagai akibat dari perselisihan dengan tentara Israel
dan saya menuntut ibu untuk memberikan jawaban. Saya membencinya dan
meminta ayah untuk menceraikannya dan menikahi seorang wanita Muslim
yang baik.
Di samping semua hal ini, ibulah – ketika saya
dijebloskan ke Penjara Muscovite di Yerusalem – yang pergi ke konsulat
Amerika di Yerusalem dan berusaha untuk mengeluarkan saya. Penjara
Muscovite dulunya adalah kamp Rusia yang digunakan sebagai penjara pusat
di Yerusalem bagi mereka yang kepergok menghasut orang untuk melakukan
kekerasan terhadap Israel. Ibuku yang kekasih sangat kuatir akan arah
hidup yang saya ambil sehingga rambutnya mulai rontok. Kekuatirannya
bukannya tanpa alasan. Selama saya di penjara saya menjadi anggota
kelompok teror Fatah milik Yasser Arafat. Tak lama kemudian, saya
direkrut oleh seorang pembuat bom yang sangat terkenal dari Yerusalem
yang bernama Mahmoud Al-Mughrabi.
Sudah tiba saatnya bagi saya
untuk melakukan yang lebih besar daripada sekadar protes dan membuat
kerusuhan. Al-Mughrabi dan saya berencana untuk bertemu di Jalan
Bab-El-Wad di Klub Bela Diri Judo-Star yang dikelola ayahnya di dekat
Temple Mount di Yerusalem. Ia memberi saya bahan peledak yang rumit yang
telah dirakitnya sendiri. Saya harus menggunakan bom – bahan peledak
yang disembunyikan dalam seketul roti – untuk meledakkan cabang Bank
Leumi di Betlehem. Mahmoud menolong saya menyelundupkan bom itu, seperti
halnya Wakf Muslim – polisi agama di Temple Mount. Dari Temple Mount,
saya berjalan keluar menuju podium dengan bahan peledak dan pengatur
waktunya di tangan saya.
Kami berjalan di sepanjang Dinding
Ratapan dan menghindari semua titik pemeriksaan. Dari sana, saya
berjalan ke stasiun bis dan naik bis ke Betlehem. Saya sudah sangat siap
untuk menyerahkan hidup saya jika memang harus demikian. Saya berdiri
di depan bank itu dan tangan saya sudah benar-benar siap untuk
meledakkan bom di pintu depan, ketika saya melihat beberapa anak
Palestina berjalan di dekat bank.
Pada saat terakhir, saya
malah melemparkan bom itu ke atap bank. Dan saya berlari. Ketika saya
sampai di Church of the Nativity (gereja yang dibangun di tempat Yesus
dilahirkan-Red), saya mendengar ledakan. Saya sangat ketakutan dan
sangat depresi sehingga saya tidak dapat tidur berhari-hari. Saya
hanyalah seorang remaja berusia 16 tahun. Saya bertanya-tanya apakah
saya telah membunuh orang hari itu. Itulah kali pertama saya mengalami
bagaimana rasanya memiliki tangan yang berlumuran darah. Saya tidak
menikmati apa yang telah saya perbuat, tetapi saya merasa harus
melakukannya karena itu adalah tugas saya.
Kisah yang akan saya
ceritakan pada anda berikut ini juga merupakan pergumulan. Itulah kali
pertama saya berusaha untuk membunuh seorang Yahudi. Seperti jutaan
belalang, batu-batu beterbangan dimana-mana saat kami bertikai dengan
tentara Israel. Sekelompok orang dari pihak kami telah menyalakan api
dengan cara membakar ban untuk digunakan sebagai blokade. Seorang
tentara terluka kena lemparan batu. Ia mengejar anak yang telah
melemparinya. Namun kami berhasil menangkap tentara itu. Bagaikan
segerombolan binatang liar, kami menyerangnya dengan apa saja yang ada
di tangan kami. Saya memegang pentungan dan saya menggunakan pentungan
itu untuk memukuli kepalanya sampai pentungan itu patah. Seorang remaja
lain memegang tongkat dengan paku-paku yang mencuat keluar. Ia terus
memukuli kepala tentara yang masih muda itu hingga ia berlumuran darah.
Kami hampir saja membunuhnya. Ajaibnya, seakan-akan dengan didorong
ledakan adrenalin yang terakhir, dia lari sekencangnya menyeberangi
blokade ban-ban berapi dan berhasil lolos ke seberang dimana para
tentara Israel menggotong dan menyelamatkannya. Saya tidak tahu dari
mana ia mendapatkan kekuatan itu. Tapi sekarang saya merasa senang
karena ia berhasil melarikan diri.
Sekarang, setelah
bertahun-tahun berlalu, sulit sekali bagi saya mengekspresikan bagaimana
saya sangat menyesal dan pedih jika mengingat bahwa saya pernah
melakukan hal-hal seperti itu. Sekarang saya bukan orang yang sama
seperti waktu itu.
Setelah saya menyelesaikan sekolah menengah atas,
orang-tua saya mengirim saya ke Amerika untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih tinggi. Saya masuk di sekolah yang kemudian dikenal dengan
Loop College, yang terletak di jantung kota Chicago. Ketika saya tiba
disana, saya langsung terlibat dengan banyak acara sosial politik yang
anti Israel. Saya masih benar-benar percaya bahwa akan datang harinya
dimana seluruh dunia akan tunduk kepada Islam dan kemudian dunia akan
menyadari betapa dunia sangat berhutang kepada orang-orang Palestina
yang telah mengalami banyak kehilangan oleh karena mereka adalah barisan
terdepan dalam perang Islam melawan Israel.
Loop College
dipenuhi oleh berbagai organisasi Islam. Ketika saya berjalan ke kantin,
rasanya seperti masuk ke sebuah kafe Arab di Timur tengah. Berbagai
kelompok Islam beroperasi di luar jam sekolah pada waktu itu, tiap
kelompok bersaing untuk merekrut siswa lain. Dengan segera saya
mengabdikan tenaga saya untuk melayani sebagai seorang aktifis PLO –
Organisasi Pembebasan Palestina. Secara resmi saya harus bekerja sebagai
penerjemah dan konselor bagi siswa-siswa Arab melalui sebuah program
Amerika yang disebut CETA (Comprehensive Employment and Training Act)
dimana saya dibayar dengan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat.
Namun, sebenarnya, apa yang saya lakukan, meliputi menerjemahkan
iklan-iklan untuk acara-acara yang bertujuan memenangkan simpati orang
Amerika atas perjuangan Palestina. Kenyataannya, “memenangkan simpati”
adalah ekspresi yang palsu. Kami berusaha untuk mencuci otak orang-orang
Amerika – semua yang kami pandang sangat mudah tertipu. Dalam bahasa
Arab, iklan-iklan untuk acara-acara semacam itu dengan terang-terang
menggunakan jihadist, sebuah deskripsi anti semitis seperti: “Akan ada
sungai darah…Datang dan dukunglah kami untuk mengirim siswa-siswa ke
Selatan Libanon untuk memerangi orang Israel…” Di lain pihak, dalam
versi bahasa Inggris, kami akan menggunakan deskripsi yang halus dan
tidak merusak, seperti: “pesta budaya Timur tengah, datanglah dan
bergabung dengan kami, kami akan menyajikan domba gratis dan baklava…”
Waktu itu tahun 1970.
Kemudian terjadilah Septembar
Hitam.September Hitam adalah bulan yang dikenal di seluruh Timur Tengah
sebagai saat ketika Raja Hussein dari Yordania bergerak menggagalkan
sebuah usaha PLO di Yordania meruntuhkan kekuasaannya sebagai Raja.
Banyak orang Palestina terbunuh dalam konflik yang berlangsung hampir
setahun lamanya itu hingga bulan Juli 1971. Hasil akhir dari semua ini
adalah pengusiran PLO dan ribuan orang Palestina dari Yordania masuk ke
Lebanon.
Tentu saja, konflik itu berkembang dan mempengaruhi
berbagai organisasi siswa Arab di Loop College. Saya sangat kecewa dan
frustrasi menyaksikan hal ini, karena saya menyadari bahwa tanpa
persatuan, tujuan jihad di Amerika tidak akan berhasil. Pada saat itulah
saya bergabung dengan Al-Ikhwan – Persaudaraan Muslim.
Persaudaraan
Muslim adalah organisasi yang membawahi sejumlah oraganisasi teroris
lainnya di seluruh dunia. Saya tidak sendirian saat bergabung dengan
Persaudaraan ini; ada ratusan siswa Muslim lain dari seluruh penjuru
Amerika yang juga bergabung ketika itu. Saya percaya bahwa bekerja
sebagai seorang aktifis untuk Persaudaraan Muslim adalah cara yang
terbaik untuk membawa kesatuan diantara orang Muslim; bukan Muslim
Palestina atau Muslim Yordania, melainkan satuummah Muslim – satu
komunitas Muslim universal – di bawah satu payung Islam. Hingga
akhirnya, seorang sheikhYordania bernama Jamal Said datang ke Amerika
untuk merekrut siswa-siswa. Pertemuan perekrutan itu diadakan di gudang
bawah tanah atau dengan menyewa kamar hotel. Para siswa Muslim berkumpul
dari seluruh penjuru Amerika untuk menghadiri pertemuan itu dan
mendengarkan Sheikh Jamal Said. Jamal memiliki status dan reputasi yang
legendaris. Dia adalah sahabat Abdullah Azzam, yang terkenal di seluruh
Timur tengah sebagai mentor dari Osama Bin Laden.
Orang
seringkali bertanya pada saya apakah menurut saya ada kelompok-kelompok
sel teroris yang beroperasi di Amerika.Tidak diragukan lagi bahwa
kelompok-kelompok itu memang ada. Sementara banyak mahasiswa Amerika di
tahun 70-an bereksperimen dengan narkoba, memprotes pemerintah mereka,
dan berpartisipasi dalam melahirkan gerakan “anak bunga”, mereka tidak
memperkirakan adanya revolusi bawah tanah lainnya yang dilahirkan oleh
para siswa Muslim radikal di seluruh negeri itu. Di dalam Islam,
diajarkan bahwa jika seorang Muslim memasuki sebuah negara untuk
menaklukkannya bagi Allah, ada beberapa tahapan sebelum mencapai
“invasi” itu jika anda menginginkannya. Itu adalah tahap-tahap awal dari
gerakan paling subversif yang akan dialami oleh negara itu. Itulah
kelahiran gerakan jihadis di Amerika.
Akhirnya saya pindah ke
California, dimana saya bertemu dengan istri saya, seorang Katolik dari
Meksiko. Saya ingin mentobatkannya kepada Islam. Saya mengatakan padanya
bahwa orang Yahudi telah memalsukan Alkitab dan ia meminta saya untuk
menunjukkan beberapa contoh pemalsuan itu. Ia menantang saya: ia
menantang saya untuk mempelajari Alkitab itu sendiri supaya saya sendiri
melihat apakah semua yang telah diajarkan kepada saya mengenai Alkitab
dan orang Yahudi itu benar atau tidak. Itu membuat saya memulai sebuah
perjalanan yang mengubah hidup saya secara radikal. Pada saat itu saya
harus pergi membeli Alkitab dan saya mulai membacanya dan ada banyak
sekali kata “Israel” di dalamnya. Kata yang paling saya benci itu ada
dimana-mana di dalam kitab itu. Saya berpikir, bagaimana ini harus
dijelaskan ? Saya mulai berpikir bahwa orang-orang Yahudi sesungguhnya
tidak menyakiti kami tetapi kami membenci mereka dan menuduh mereka
melakukan hal-hal yang mengerikan ini.
Ini adalah sebuah
perjalanan, yang dalam beberapa waktu lamanya hingga saya menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya, lebih merupakan sebuah obsesi.
Saya akan begadang sampai larut malam dan membaca dengan tekun kitab
suci orang Yahudi dan Kristen ini. Saya membaca Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Saya mempelajari sejarah Yahudi. Saya berdoa dan
menggumuli hal-hal yang saya temukan. Banyak hal dalam kepercayaan saya
yang membentuk dasar-dasar cara berpikir saya yang Islami mulai
bertumbangan. Karena dikonfrontasi dengan konflik yang jelas terlihat
antara cara saya memandang dunia ini dan agama saya semenjak remaja dan
kebenaran Alkitab yang menusuk, lalu saya berdoa mohon bimbingan Tuhan.
Pada pertengahan tahun 1990, saya pergi ke reuni keluarga di selatan
California, disana terjadi pertengkaran setelah saya membela tokoh
Alkitab Rahel, yang disebut oleh paman saya sebagai “pelacur Yahudi”.
“Kamu layak dimusuhi”, kata paman saya, dan mereka melemparkan saya keluar dari rumah.
Saya sadar mereka tidak tahu apa-apa soal sejarah; apa yang mereka
ketahui hanyalah propaganda yang dulu selalu diajarkan pada saya.
Pertobatan saya membawa saya untuk meninggalkan kekerasan dan menjadi
orang Kristen, tetapi untuk itu ada harga yang harus saya bayar:
keluarga saya tidak mau mengakui saya lagi dan saudara saya sendiri
mengancam akan membunuh saya karena telah meninggalkan Islam. Sekarang
saya berharap bahwa dengan mengatakan kebenaran saya akan membuka mata
orang banyak.
Sekarang, saya adalah pendiri Yayasan Walid
Shoebat. Misi hidup saya dan cita-cita saya adalah membawa kebenaran
tentang orang Yahudi dan Israel ke seluruh dunia, sambil mengijinkan
Kristus untuk menyembuhkan jiwa saya melalui pertobatan dan mengupayakan
rekonsiliasi. Saya telah berketetapan untuk dengan tidak berlelah
berbicara tentang Israel kepada ratusan ribu orang di dunia. Saya
bersyukur kepada Tuhan karena Ia memberikan saya kesempatan untuk
meminta pengampunan dan berekonsiliasi dengan orang Yahudi dimana pun di
seluruh penjuru dunia. Kepada siapa pun yang mau mendengarkan, saya
akan menceritakan kisah saya. Sebagai tambahan, walau ada banyak ancaman
terhadap hidup saya – termasuk imbalan 10 juta Dollar untuk menangkap
dan membunuh saya – saya terus berbicara menentang kebohongan-kebohongan
Islam-Nazi yang dulu mengindoktrinasi saya. Jika mereka menangkap saya,
saya akan terus bersuara.
Ya, hari ini saya mengatakan pada
dunia, Saya mengasihi orang Yahudi! Dan saya sangat percaya bahwa orang
Yahudi adalah umat pilihan Tuhan yang bertujuan untuk memberi terang
kepada orang-orang Arab dan juga seluruh dunia – jika mereka mengijinkan
orang Yahudi menerangi mereka.
Mengetahui kebenaran ini telah
mengubah cara berpikir saya dari menjadi seorang pengikut Muhammad dan
yang mengidolakan Adolf Hitler menjadi seorang yang percaya kepada Yesus
Kristus, dari mempercayai kebohongan menjadi mengenal kebenaran, dari
sakit secara spiritual menjadi dipulihkan, dari hidup dalam gelap
menjadi melihat terang, dari terkutuk menjadi diselamatkan, dari
keraguan kepada iman, dari benci menjadi kasih, dari perbuatan-perbuatan
jahat kepada anugerah Tuhan di dalam Kristus.
Inilah saya hari
ini. Terpujilah Tuhan! Saya berharap dengan membaca kesaksian saya dan
yang lainnya dalam buku ini anda mulai menyadari bahwa ada peperangan
antara yang baik dan yang jahat, dan antara damai dengan terorisme,
perselisihan antara kebebasan dan neo-fasisme. Sebagaimana yang saya
katakan saya berbicara di Universitas Columbia: Hari ini saya berjuang
untuk hak semua orang; saya berjuang untuk orang kulit hitam agar
dibebaskan dari perbudakan, bagi orang Muslim agar bebas untuk bertobat
kepada kekristenan, bagi orang-orang Yahudi yang menolak untuk menjadi
Kristen, dan bagi orang-orang atheis untuk mendapatkan haknya menjadi
orang atheis. Dan saya akan mati untuk hak kebebasan berbicara bagi
semua orang di Amerika Serikat.
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=139242729584303&set=at.103127093195867.5882.100004957292065.100003743701462.100004176998794.100004510681023.100004310324142.100001500932890.100004087125507&type=1&relevant_count=1&ref=nf
======================
My blog is now at the click of a variety of countries including Indonesia, the United States, Britain, Germany, France, Russia, Canada, India, Japan, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Syria, Egypt, Australia, New Zealand, Malaysia, Brunei Darussalam, hongkong, singapore, and others.
George Habash lahir pada tanggal 2 Agustus 1926 di Lydda, Palestina. Ia berasal dari keluarga Kristen yang cukup berada. Mereka tinggal di tengah-tengah lingkungan umat Islam Palestina yang sangat toleran dan inklusif, di mana semua umat yang berbeda agama dan keyakinan bisa hidup dengan penuh kedamaian selama berabad-abad lamanya. Suasana yang penuh perdamaian dan toleransi ini berubah total setelah meletusnya perang Arab-Israel tahun 1948. Habash sekeluarga diusir oleh tentara Zionis yang picik dan rasis, yang tak menghendaki bangsa selain Yahudi, baik yang beragama Islam maupun Kristen hidup di Palestina. Dan bukan hanya keluarganya, hampir semua orang Kristen Palestina juga diusir oleh kaum Zionis Yahudi dari tanah airnya. Sikap picik kaum Yahudi ini, yang selalu menonjolkan sikap anti inklusif dan anti pluralisme dan mau benarnya sendiri, akhirnya membangkitkan perlawanan dari Habash.Setelah melihat penderitaan bangsanya, baik yang Islam maupun Kristen, akhirnya Habash membentuk organisasi bersenjata yang bertujuan untuk menumpas kaum rasis Zionis dan berjuang membebaskan tanah Palestina, mengembalikan Palestina sebagai tanah yang penuh kedamaian dan toleransi seperti saat dihuni kakek buyutnya dulu.Habash adalah seorang dokter. Semasa masih kuliah di Beirut ia bertemu Wadi Haddad yang juga penganut Kristen. Mereka kemudian mendirikan ANM (Arab Nationalist Movement) pada tahun 1951. Setelah berakhirnya perang tahun 1967, banyak orang Arab yang merasa kecewa dengan kepemimpinan Nasser. Habash juga merasakan perlu adanya reformasi. Ia kemudian membubarkan ANM dan membentuk PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine). Pada masa kejayaannya, PFLP merupakan faksi terbesar kedua di PLO setelah Al-Fatah yang dipimpin oleh Arafat.Ia termasuk tokoh yang sangat keras menentang kaum Zionis dan segala upaya perdamaian dengan mereka. Sepanjang hidupnya ia mengambil sikap oposan terhadap Yasser Arafat yang dianggapnya lebih lunak. Karena sikap kerasnya terhadap kaum Zionis, bahkan rekan-rekannya anggota PLO yang muslim sering mengkritik Habash. Bersama dengan rekan setianya Wadi Haddad, ia mempelopori perjuangan bersenjata melawan kaum rasis Zionis dan sponsornya, terutama negara rasis Amerika, yang pada saat itu juga giat menindas orang kulit hitam di negaranya, yang sampai-sampai menewaskan Martin Luther King Jr. pejuang hak asasi kulit hitam.
ReplyDeleteHingga tahun 1960-an, keadaan di Amerika Serikat memang tak jauh berbeda dengan di Afrika Selatan, terlebih lagi di negara-negara bagian di Selatan. Tak ada itu kata inklusif dan pluralisme di dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat di sana. Kenyataannya adalah orang hitam dilarang bersekolah di sekolah kulit putih, naik bis umum dipisah bangkunya, makan di restoran, di kantin universitas dipisah ruangnya, ruang tunggu di bandara dipisah. Bahkan beribadah kepada Tuhan pun wajib di gereja yang terpisah. Suatu hal yang mustahil terjadi di dunia Islam. Negara rasis dalam artinya yang paling tulen, persis seperti di Afrika Selatan zaman Pieter Botha. Bacalah misalnya biografi Martin Luther King Jr. dan Malcolm X. Hingga tahun 1990-an pun, setelah selesainya perang dingin, ratusan gereja orang kulit hitam dibakar di Amerika setiap tahunnya. Dan investigasi untuk menangkap pelakunya selalu macet diblokir di tengah jalan karena banyak di antara aparat hukum dan pemerintahan yang bersimpati. Bahkan organisasi semacam The Institute on Religion and Democracy, a conservative watchdog group based in Washington, DC. secara terbuka mendukung pembakaran-pembakaran tersebut. Karena memang sealiran, maka dengan nyaman saja Amerika hingga kini tetap dengan total mendukung Israel.Dari PFLP tadi terlahir juga organisasi sempalan DFLP yang beraliran lebih militan lagi, yang dipimpin Nayef Hawatmeh. Sebagaimana Habash, Hawatmeh ini seorang pejuang Palestina yang beragama Kristen juga. Meski demikian, PFLP yang dipimpin Habash tadi lebih populer karena perjuangannya yang sangat gigih melawan kaum Yahudi. Selama masa kepemimpinan Habash sebagai Sekjen PFLP, faksi ini dikenal sebagai salah satu organisasi bersenjata Palestina yang paling berbahaya karena sikap mereka yang sangat militan menentang kaum Zionis dan segala kebijaksanaan rasis mereka. PFLP melakukan banyak serangan bersenjata ke berbagai belahan dunia, dengan sasaran utama kaum rasis Yahudi beserta para sponsornya. Dalam perjuangannya mereka juga sering menjalin kerjasama dengan para pejuang dari Amerika Latin, seperti dengan Sandinista misalnya.Semenjak tahun 1980-an, kesehatan Habash mulai memburuk, dan pengaruhnya di PLFP mulai berkurang. Pada tahun 1990-an PFLP juga mulai kalah pengaruh dengan organisasi seperti Hamas dan Jihad Islam yang juga tak kalah militannya. Pada tahun 2000 posisi Habash sebagai Sekjen akhirnya digantikan oleh Abu Ali Mustafa. Walau pengaruhnya saat ini sudah semakin menyurut, nama Habash tetap populer di banyak kalangan rakyat Palestina yang menghargai ideologi revolusionernya, prinsipnya yang kuat, serta gaya hidupnya yang mencerminkan sikap kaum intelektual. Pada pemilu Palestina tahun 2000 PFLP masih sempat merebut angka 4,2 persen. Pemerintah Iran juga merupakan pendukung PFLP, organisasi yang didirikan dan dipimpin oleh orang Kristen Palestina tersebut.Meski demikian, bagi musuh bebuyutannya, yakni Israel dan Amerika, tentu saja Habash sangat tidak populer.Bagi kedua negara tersebut Habash adalah one of the most lethal terrorists of the 20th century. Hal yang saat ini ditujukan ke berbagai organisasi Islam. Dan tahukah Anda apa salah satu tujuan utama organisasi-organisasi Islam itu melakukan berbagai serangan ke posisi Amerika dan Israel? Sama dengan Habash, yakni membebaskan tanah Palestina dari kaum rasis Yahudi beserta sponsornya. Mengembalikan Palestina ke masa yang penuh toleransi dan perdamaian seperti sebelum berdirinya negara Zionis Israel, di mana umat Islam dan Kristen dan juga semua agama yang ada di Palestina lainnya bisa hidup berdampingan dengan damai satu sama lain selama berabad lamanya. Dan kita tahu bahwa berdirinya negara Yahudi itu telah merusak suasana perdamaian dan penuh toleransi tersebut. Kekacauan di Timur Tengah pun tetap terjadi hingga sekarang.
ReplyDeleteHabash beserta anak buahnya pun sangat mendukung perjuangan umat Islam tersebut. Demikian pula Edward Said. Demikian pula semua orang Kristen di Palestina, termasuk Hanan Asrawi, juga Suha Tawil, istri Arafat, yang juga beragama Kristen. Istri Arafat memang beragama Kristen, suatu hal yang tentunya sangat mustahil terjadi di Israel sampai kiamat. Apakah mungkin seorang PM Israel mempunyai istri orang Palestina yang beragama Kristen? Mustahil ia akan bakal dipilih oleh rakyat Israel yang rata-rata picik dan rasis itu. Apalagi bila istrinya beragama Islam.Semakin menyurutnya dukungan kepada PFLP pada saat ini antara lain karena jumlah orang Kristen di Palestina menyusut drastis semenjak masa pendudukan Israel. Mereka yang kebetulan studi di luar negeri dilarang pulang kembali dan dicabut kewarganegaraannya. Banyak pula yang mengalami tekanan dan intimidasi sehingga mereka lalu mengungsi. Pada tahun 1930-an, penduduk Palestina sekitar 20% adalah umat Kristen, sekarang tinggal 1,6%. Sedangkan penduduk Yerusalem dulu malah mayoritas adalah orang Kristen, di atas 51%, sekarang mereka tinggal 2%. Jadi, sebelum berdirinya negara Israel, secara de facto Yerusalem sebenarnya sudah dikuasai orang Kristen, yakni Arab-Kristen. Apalagi, dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi umat Kristen Palestina lebih makmur dibandingkan dengan umat Islamnya. Oleh karena itu, orang Yahudi biasanya lebih suka merampas tanah dan menyita rumah-rumah milik umat Kristen Palestina karena tentu saja lebih bagus dan besar. Juga merampas tanah-tanah milik gereja untuk dijadikan pemukiman Yahudi. Tentang masalah ini lihat antara lain Jonathan Cook, Israel’s Purging of Palestinian Christian dan Donald Wagner Palestinian Christian: A Historic Community at Risk? Tulisan Donald Wagner itu dibuka dengan tewasnya Johnny Thaljiya, seorang remaja Palestina yang baru berusia 17 tahun, sesaat setelah ia pulang menghadiri misa di gereja. Lihat kedua artikel tersebut di bawah paragraph terakhir tulisan ini.Karena kebodohan mayoritas orang Kristen di Amerika dan Eropa yang tak paham apa-apa tentang Timur Tengah, maka mereka malah mendukung negara Israel yang rasis, mendukung pembantaian saudara seagamanya sendiri. Rata-rata umat Kristen di Indonesia juga mendukung Israel yang membantai saudara sesama Kristen mereka sendiri, sebuah kebodohan yang sama. Karena kurang info dan menelan mentah-mentah propaganda di TV dan media. Akibatnya, umat Kristen Palestina sekarang sudah hampir punah, setiap tahun semakin berkurang jumlahnya. Walau umatnya sudah berkurang drastis, semua pemimpin gereja di Palestina dari beragam aliran tetap solid mendukung perjuangan PLO, Hamas, PFLP dan organisasi-organisasi Palestina lainnya. Bahkan, para pendeta Kristen Arab Palestina itu dengan terang-terangan mendoakan para pejuang Hamas agar bisa masuk surga, walau jelas-jelas mereka itu beragama Islam. Suatu hal yang tentunya membuat sengit pemerintah Israel dan kaum fundamentalis Amerika, termasuk juga kalangan persnya, kepada para pemimpin gereja tersebut. Lalu memfitnah mereka dengan beragam dakwaan, antara lain menjuluki Patriarch Yerusalem, Michel Sabbah, sebagai IslamicPatriarch.Oh ya, tentu saja jangan pernah berharap berita tentang dukungan Patriarch Yerusalem kepada para pejuang Palestina itu akan diulas oleh di tivi-tivi. Yang akan diulas besar-besaran oleh mereka tentu saja adalah intimidasi dan teror orang Islam kepada umat Kristen Palestina. Hanya orang dungu yang akan percaya dengan berita-berita propaganda semacam itu. Buat apa Arafat meneror Suha Tawil istrinya sendiri beserta keluarga besarnya? Mereka keluarga yang harmonis. Sialnya, ratusan juta orang dungu di Eropa dan Amerika pada umumnya dengan patuh akan mengangguk-angguk takzim menelan mentah-mentah propaganda tersebut.
ReplyDeleteBuat apa Arafat meneror Suha Tawil istrinya sendiri beserta keluarga besarnya? Mereka keluarga yang harmonis.
ReplyDeleteISLAM PENGHANCUR RUMAH TANGGA DAN KELUARGA ORANG!! http://antikrismuhammad.blogspot.com/2014/04/islam-penghancur-rumah-tangga-dan.html
ITULAH KEBODOHAN LO.
GA USEH JAUH2 COY.
DI INDO AJE LO GA LIAT GREJA2 DIBAKAR, DIRUSAK, DIBOM. HE...7X
KALO NGELIAT PEMBELAAN LO MAKE CUME ADE 2 KEMUNGKINAN.
1. LO GA TAUK APE2 SOAL ESLAM N QORAN.
2. LO TAUK BANYAK SOAL QORAN N ESLAM, TAPI LO LAGI NEPU. HA...7X
KALO GUE SEH NGELIATNYE LO GA TAUK APE2 SOAL ESLAM.
ESLAM YANG BENER = ESLAM YANG JIHAD N JADE TERORIS. JIHAD NTU WAJIB. GA MO JIHAD MAKE LO AKAN DIAZAB OLO. HA...7X
BUKTI TIPU2 ALLOH http://antikrismuhammad.blogspot.com/2012/02/bukti-tipu2-alloh-swt-bukti-tipu2-alloh.html
KEBENCIAN MAMAD N OLO MELAHIRKAN ESLAM. HA...7X http://antikrismuhammad.blogspot.com/2014/04/kebencian-mamad-n-olo-melahirkan-eslam.html
HUKUM UTAMA OLO, BUNUH ATAU DIBUNUH. HA...7X http://allahswtadalahiblis.blogspot.com/2014/04/hukum-utama-olo-bunuh-atau-dibunuh-ha7x.html
BANYAK2 BLAJAR LAGE YEH SOAL QORAN N ESLAM LEWAT ARTIKEL2 DI BLOG GUE. HE...7X
YBU AMEN