Kronologi Singkat Tragedi Mei ’98
Tidak ada yang dapat membantah bahwa peristiwa Kerusuhan Mei 1998 berkait dengan Kasus Trisakti 1998 yang terjadi sehari sebelumnya. Banyak ahli atau orang awam yang berpendapat bahwa peristiwa Trisakti yang menyebabkan terjadinya peristiwa ini tetapi ada pula yang berpikir lain, peristiwa ini merupakan design besar dan Trisakti menjadi salah satu bagian darinya. Apapun itu, yang jelas peristiwa ini tidak terjadi dengan begitu saja, pasti adalah yang menyebabkannya.
Sebenarnya, jika kita cermati, kerusuhan Mei ’98 telah dimulai sejak 2 Mei 1998 di Medan, Sumatera Utara. Saat itu, terjadi demontrasi mahasiswa yang berakhir bentrokan. Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga tanggal 4, sekelompok pemuda melakukan dan pembakaran di beberapa titik/daeah di Medan. Massa yang berada di sekitarnya terpancing untuk melakukan perusakan beberapa bangunan dan menyerang aparat keamanan. Saat itu, sentimen anti polisi berkembang sehingga beberapa kantor dan pos polisi menjadi sasaran amuk massa. Mahasiswa berusaha mengendalikan situasi gagal karena telah amuk massa telah meluas.
Setelah peristiwa Trisakti terjadi, Jakarta menjadi kota yang mencekam. Jauh hari sebelumnya, isu bahwa akan terjadi kerusuhan besar sudah santer di kampung-kampung. “Saya udah denger sih beberapa hari sebelumnya kalo’ mo’ ada kerusuhan, tapi nggak kebayang anak saya jadi korban” ungkap salah satu ibu korban di bilangan Klender. Demikian halnya dengan isu yang berbau anti cina mulai terdengar beberapa minggu sebelumnya, walaupun hanya dari mulut ke mulut. Isu-isu tersebut disebarkan oleh orang yang tidak dikenal dan bukan berasal dari kampung tersebut.
Keesokan hari setelah terjadinya penembakan terhadap mahasiswa di Usakti, bilangan Slipi mulai “panas” dengan aksi yang dilakukan oleh massa yang tidak dikenal. Mereka mulai melakukan pelemparan dan pembakaran ban di jalan. Aksi yang serupa terjadi dibeberapa daerah dalam waktu yang serempak. Sekitar pukul 10.00 – 13. 00, Cipulir, Salemba, Jatinegara, Klender, Tangerang, Cikini, Slipi, Pasar Minggu dan Tanah Abang mulai terjadi pelemparan yang dilakukan oleh sekelompok remaja berpakaian sekolah.
Menurut data dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) dan diperkuat hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) , kelompok tersebut sangat sulit di identifikasi namun mempunyai banyak kesamaan, yaitu: a. berpakaian seragam sekolah b. berbadan tegap, ramput cepak, memakai sepatu boot (militer) dengan wajah sangar c. mempersiapkan berbagai perlengkapan kerusuhan seperti batu, cairan pembakar dan alat pembakar, mereka di tempatkan dengan menggunakan alat transportasi seperti truk dan kendaran bermotor lainnya.
Pola kerusuhan yang terjadi adalah setelah melakukan pelemparan, mereka kemudian melakukan perusakan beberapa toko yang dilanjutkan dengan melakukan penjarahan sambil berteriak mengajak massa lainnya untuk masuk. Massa -masyarakat yang menonton- kemudian ikut melakukan penjarahan. Beberapa barang dikeluarkan kemudian dibakar oleh sekelompok orang. Setelah massa tersebut mulai masuk, kelompok yang tadi memulai kemudian mundur dan menghilang. Di beberapa daerah seperti Pasar Minggu dan Klender, pembakaran dilakukan oleh kelompok yang tidak dikenal tersebut dengan menyiramkan bensin dan kemudian membakarnya.
Peristiwa ini terus berlangsung hingga tanggal 15, dimana terjadi juga peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempaun yang mayoritas berasal dari etnis Tionghoa. Peristiwa ini tidak dapat dipaparkan karena data yang dimiliki saat ini masih sangat minim dan sangat sensitif. Namun, bukan berarti bahwa peristiwa ini tidak terjadi atau tidak dapat dibuktikan.
Aparat keamanan yang sebelumnya begitu “tegas” menindak setiap aksi yang terjadi, seperti menghilang saat terjadinya peristiwa ini. Konsentrasi aparat keamanan terlihat di daerah Menteng, Cilangkap dan beberapa wilayah Sudirman. Terdapat beberapa fakta yang membuktikan bahwa terjadi penarikan pasukan ke Mabes TNI dan pasukan bantuan dari luar Jakarta tidak langsung diturunkan untuk mengamankan kota. Kerusuhan ini tampak seperti di biarkan terjadi tanpa ada usaha untuk mencegahnya
Korban
Pada Kerusuhan Mei, Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) mencatat korban yang jatuh berjumlah 1.190 orang akibat ter/di-bakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, 91 luka-luka. Angka di atas belum termasuk korban kekerasan seksual di beberapa kota.
No comments:
Post a Comment