Kisah zakaria, membongkar sosok jati diri Jibril
Tetapi sebaliknya dengan orang-orang Kristiani pada umumnya – sejak zaman Ahli Kitab dimasa Muhammad hingga sekarang – mereka justru sangat menolak kesamaan kedua oknum tersebut. Mereka tahu bahwa bukan saja tak ada kesamaan diantara kedua sosok itu, melainkan total bertentangan!
Apa yang sekilas tampak sama hanyalah dimirip-miripkan oleh Muhammad seorang dalam kisah-ulangnya (retelling story) tentang kunjungan Gabriel kepada Zakharia dan Maria, wanita yang melahirkan Yesus. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa Muslim tidak mempunyai bukti dan saksi apapun tentang klaim kesamaan keduanya! Yang satu adalah Malaikat Tuhan, sementara yang lain hanyalah “Ruh Jadi-jadian” yang dicangkokkan kedalam kisah Zakaria dan Maryam di Quran.
Disini, Jibril-Qurani itu akan diuji lebih lanjut terhadap Gabriel-Injili dari pelbagai segi – kwalitas, otoritas, dan otentisitas — sehingga Anda pembaca dapat menarik kesimpulan sendiri secara lurus dan mudah “Siapa yang satu”, dan “Siapa yang lainnya”. Kita batasi kupasan dengan memperlihatkan perbandingan kedua sosok tsb, khususnya dalam kisah Zakaria di surat Maryam.
KISAH ZAKARIA (dalam Surat Maryam)
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang (memberi nama?) yang serupa dengan dia”(ayat 7)
Zakaria berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda”. Tuhan berfirman: “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat”. Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang (ayat 10,11).
Tampak disini ada banyak sekali keanehan yang jauh dari otentisitas dan otoritas wahyu Tuhan semesta alam, sehingga mustahil ayat-ayat begitu dapat dianggap datang dari sorga.
(1). Keanehan pertama menyangkut siapa yang lebih layak dikunjungi Allah SWT, Maryam atau Zakaria? Ternyata Zakaria bukan dikunjungi oleh Jibril, melainkan oleh Allah sendiri, dan ia bercakap-cakap dengan Allah secara langsung. Akan tetapi mulai ayat 17, pewahyuan kepada Maryam berganti diucapkan oleh hanya seorang “Jibril” (yang berubah jadi laki-laki sempurna) dan bukan lagi oleh Allah (!). Ada apa gerangan? Tidakkah Maryam sedikitnya lebih layak mendapatkan kunjungan (dan berbicara langsung) dengan Allah SWT ketimbang Zakaria?
Bukankah Maryam diberi makanan langsung dari Allah dalam mihrab, sedangkan Zakaria hanya menjadi wali/pemelihara fisik Maryam? (lihat 3:37). Dan tidakkah Maryam telah dipilih oleh Allah sendiri, dan ditetapkanNya sebagai perempuan yang disucikan dan dilebihkan diatas sekalian perempuan lainnya yang ada di dalam alam ini. Bukankah ia bersama Isa Al-Masih dinyatakan sebagai Ayatollah yang sejati, dan ketika lahir hanya dialah (bersama anaknya, Isa) satu-satunya yang tidak disentuh oleh setan? (Bukhari 1493) ….
BANDINGKAN dengan apa yang ditulis dalam Alkitab, dimana kedua hamba Tuhan ini (Zakharia dan Maria) dikunjungi oleh satu Gabriel yang sama! Kunjungan Gabriel kepada kedua hamba ini adalah kisah dalam satu nafas, sebab kunjungan kepada Zakharia adalah untuk memberikan kabar baik tentang kedatangan Yohanes (nabi Yahya) yang Tuhan pakai sebagai pembuka dan penyaksi bagi kedatangan Kabar Baik yang sejati lewat Maria, yaitu Yesus! (Qs. 3:39; Yohanes 1:34).
(2). Keanehan berlanjut. Jibril mengatasnamakan Zakaria yang telah menjadi bisu itu untuk mengisyaratkan kepada kaumnya, “hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang”. Ini jelas sebuah seruan sempalan Islamik yang dicangkokkan ke dalam aslinya Yudaisme. Sebab Anda tak akan menjumpai dalam kitab-kitab Yahudi tentang aturan Tuhan Yahweh yang menyerukan doa tasbih dua kali sehari, pagi dan petang! Nabi Daniel yang pernah dikunjungi oleh malaikat Gabriel justru selalu berdoa 3x sehari (Daniel 6:11). Para ahli – Muslim dan Non Muslim — sama mengetahui bahwa pada awalnya Muhammad tidak tahu persis bagaimana harusnya menyelenggarakan shalat Islam sehari-hari. Dia yang ummi agaknya mengira orang-orang Yahudi seperti Zakaria ini bertasbih 2x sehari, pagi dan petang. Bahkan sebelumnya, dalam ketiadaan liturgi shalat yang teratur, Muhammad melemparkan praktek shalat seperti yang disebutkan dalam surat awal di-Mekah, Quran 73:20, “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam atau setengahnya atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang bersamamu.” Kemudian ibadah shalat terus bergeser menuju shalat 3x sehari (2 tepi siang dan 1 malam dalam surat 11:114), sekalian mencari-cari bentuknya yang tepat, termasuk mengubah duha (setelah matahari terbit) untuk diganti dengan shalat Subuh sesaat sebelum matahari terbit. Juga menyuruh ruku’ (2:43, 22:77, 77:48 dll), yang dirangkaikan dalam bersujud (15:98, 25:64, 48:29).
Namun dimanapun didalam Quran, tidak ada shalat yang diwajibkan lima-waktu seperti yang akhirnya dimitoskan dalam periwayatan Hadis berdasarkan perjalanan Israa’-mi'raj yang tanpa saksi dan bukti. Alhasil, Quran dan Hadis sejati-sejatinya berseberangan soal shalat 5-waktu hingga saat ini!. Para ulamapun mencoba mencari pijakan keserasiannya dalam Quran, dan mereka memaksakan diri untuk memunculkan “azaz” 5 waktu shalat itu dari tambahan ayat Qs 17:78,
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
Tetapi ada pula ulama2 lain (yang disebut “inkar sunnah”) yang justru mau melihatnya hanya dari kemurnian dan otoritas Quran yang melebihi Hadis, yaitu mengadopsi shalat dua atau tiga-waktu. Itu mungkin sekali sudah termasuk shalat-wustha yang memang tidak diberi kejelasan waktu khusus (lihat Qs.2:238, yang dianggap sama dengan shalat Ashar dalam HR.Muslim).
Oleh karena itu, tidaklah pantas bila ada pihak yang memutlakkan tambahan ekstra shalat yang tidak pernah diwajibkan oleh Quran, kecuali mereka memilih Hadis sebagai otoritas tertinggi Islam. Bahkan sekalipun katakanlah hal itu disebut dalam Quran, namun para ulama inkar sunnah ini tidak selalu mutlak melihatnya dalam kaitan wajib shalat menurut spesifikasi waktu yang ditetapkan!
Dalam ketiadaan kepastian, sempat diamalkan oleh Abdullah Chakrawali dan Khwaja Ahmad Din dan para pengikutnya dengan tafsiran paling longgar terhadap shalat – yaitu sebanyak EMPAT waktu shalat dalam sehari. (lihat A.Chakrawali, Burhan al-Furqan ‘ala Shalat al-Quran, p7-8). Kelompok Inkar-Sunnah kini justru berkata vokal: “Kami tidak mengimani apa-apa yang tidak ada dalilnya dalam Quran. Shalat 5 kali sehari hanyalah syariat buatan manusia”.
Namun syariat itulah yang disepakati komunitas Muslim dalam demam religious-nya yang memuliakan dongengan Mi'raj, padahal lagi-lagi peristiwa Mi'raj ini tidak sedikitpun disinggung oleh Quran secara explisit! Fenomena aneh bukan? Akan tetapi kita semua tahu bahwa warna bisa dilihat, dan rasa bisa dirasakan, namun manusia sering tergoda mau lebih maju lagi. Mereka mau melihat rasa, dan merasakan warna! Dan itulah yang oleh para ahli disebut sebagai “kesalahan dimensional” dari manusia yang tersihir diam-diam.
(3). Kemustahilan lainnya dari kisah Jibril adalah bahwa Allah SWT hanya memberi “tanda” dan bukan “menghukum” Zakaria yang kurang beriman. Yaitu tanda dengan bisu selama 3 hari saja. Muhammad dan kini umumnya Muslim tidak sadar bahwa itu adalah sebuah hukuman dan bukan tanda, karena bersangkut paut dengan ketidak-percayaan seorang Zakaria (yang dianggap nabi) yang sudah berulang-ulang kali meminta agar Allah memberinya seorang anak. Dan tatkala Allah datang dan memberinya anak yang ia minta, Zakaria malah masih minta tanda tetek-bengek dengan mengabaikan TANDA TERBESAR dihadapannya, yaitu kehadiran Sang Allah sendiri yang bercakap-cakap dengan dirinya! Ini jelas bukan kualitas kenabian, melainkan kualitas “kafir” yang melecehi iman terhadap Allah yang ada di depan matanya! Ia seharusnya dihukum berat (dalam Alkitab, Zakharia dihukum 9 bulan, sampai dengan kelahiran anaknya Yahya terjadi sesuai dengan janji Tuhan).
Bagaimanapun, bisu selama tiga hari hanyalah klaim Jibril yang asal-jadi (tanpa saksi) yang membodohi Muhammad dan orang-orang yang tidak mengenal Injil.
Tetapi Alkitab berkata dengan cermat di atas bukti dan saksi, bahwa segala peristiwa itu (bisu 9 bulan itu) menjadi buah tutur para saksi mata di seluruh pegunungan Yudea,dan itu tak mungkin terhapuskan kebenarannya oleh dongeng lain olahan Jibril dan Muhammad:
“Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet (istri Zakharia) untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki…. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: “Jangan, ia harus dinamai Yohanes (Yahya).” Kata mereka kepadanya: “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya (yang masih bisu) untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: “Namanya adalah Yohanes.” Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Elohim. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. (Lukas 1:57-65)
Dimana-mana kita selalu menyaksikan Muslim hanya bisa main lempar tuduhan bahwa Alkitab orang Kristen dan Yahudi itu korup/ palsu. Itu adalah argumen yang paling primitif dan memalukan, karena bisa menuduh palsu, tetapi tidak bisa membukti mana barang aslinya! Kejadian ini justru mengingatkan kita kembali cara-cara Utsman bin Affan yang hanya merujukkan Mushaf-nya sendiri sebagai “kebenaran tunggal Quran” sambil menolak mushaf-mushaf Quran primer selainnya. Utsman bahkan bukan melemparkan tuduhan, tetapi justru memerintahkan pemusnahan mushaf2 lainnya!
Tetapi ingat bahwa keluarga Zakharia bukan kelompok orang-orang jahat yang mau memperebutkan sesuatu dengan mengubah tanda “bisu 9 bulan” menjadi “bisu 3 hari”. Tak ada kepentingan bagi para saleh tsb untuk mengubah “tanda/ hukuman” dari Tuhannya yang telah memberinya seorang anak yang Nabi!
Jangan lupa bahwa “tanda bisu 3 hari itu” bukan juga tanda bahwa Elisabet (isteri Zakharia) itu pasti sudah mengandung. Tetapi “tanda bisu 9 bulan” adalah benar tanda disepanjang kehamilan sebagaimana yang telah dijanjikan. Itulah tanda sejati dari Gabriel (yang tidak diplesetkan oleh Jibril) untuk menghukum Zakharia yang tidak mengimani kehamilan istrinya, padahal itulah yang telah dipinta-pintanya!
Akhirnya, masih ada satu benteng pembuktian terakhir tentang “bisu 9 bulan” Zakaria. Yaitu bukti dari Maria! Bukti mana yang sengaja dikosongkan oleh Jibril dan Muhammad! Mari kita lihat bersama.
Dalam maklumat Gabriel kepada Maria, ia memberitahukan suatu kabar sukacita dari langit yang tadinya tersembunyi dari pengetahuan keluarga Maria, “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu” (Lukas 1:36). Atas pemberitahuan yang penuh otoritas ini, Maria pergi mengunjungi Elisabet, “Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet (ayat 39-40). Di sana Maria hanya berbicara dengan Elisabet, dan tidak tercatat di Injil ia berbicara apapun dengan “walinya” Zakaria (yang menurut Jibril mestinya sudah tidak bisu lagi setelah 3 hari). Mungkinkah itu? Tetapi itulah yang rupa2nya dipercayai Muslim tanpa menyidik lebih jauh siapa Jibril, dan siapa Gabriel!
(4). Jibril Quranik akhirnya menghadapi satu dilema besar karena terlanjur menyampaikan wahyu asal-jadi yang tidak mungkin bisa diterima akal sehat. Yaitu menyangkut ayat 7 yang Allah sampaikan kabar penting kepada Zakaria:
“Hai Zakaria,… namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakanorang yang serupa dengan dia” (Terjm.Depag).
“Hai Zakaria,… namanya Yahya. Belum pernah Kami memberikan nama seperti itu sebelumnya” (Terjm. Disbintalad).
Bukankah keduanya saling bertentangan terjemahannya? Yang satu berwahyu tentangsosok orangnya, yang lain tentang nama orangnya. Tetapi ternyata kedua wahyu (atau tafsiran wahyu) tersebut tak mungkin benar. Keduanya “salah kaprah”!
Mungkinkah ada dua orang di dunia ini yang pernah Tuhan ciptakan serupa? Dan mungkinkah Tuhan (dari diri-Nya) akan terlanjur memberikan satu-nama yang sama kepada dua utusan-Nya yang berbeda? Ini akan menempatkan Allah dalam keterbatasan pilihan nama yang bisa membingungkan umatNya karena nama kembaran. Apakah Allah lebih kerdil daripada Adam yang Dia ciptakan, yang justru lebih mampu memberikan nama2 yang berbeda kepada setiap binatang-binatang yang berbeda spesies-nya? Bagi Tuhan, nama yang Dia berikan kepada seseorang adalah merujuk kepada keseluruhan pribadi dari sosok tersebut yang selalu melekat, unik dan satu-satunya. Maka kalimat Allah SWT seperti di atas sungguh diluar otentisitas dan bobot pewahyuan, yang menjadikan ayatNya sekaligus redundant, mubazir sia-sia belaka (tidak berguna sebagai wahyu).
Alkitab mengatakan secara faktual bahwa nama Yohanes (Yahya) itu hanyalah nama asing/baru dikalangan INTERN keluarga besar Zakharia: “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.”
KESIMPULAN, benar bahwa tak ada kesamaan apapun diantara sosok Malaikat Gabriel dengan Ruh Jibril! Yang ada justru keterbalikannya! Alkitab berkata, “Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Elohim; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4:1).
PENGUJIAN PALING SEDERHANA: Gabriel berkata jelas tentang jatidirinya: “Akulah Gabriel yang melayani Elohim dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau…” (Lukas 1:19).
Akan tetapi, pernahkah Jibril ra. mengintrodusir siapa dirinya? NOL!
Sumber: bacabacaquran.com
No comments:
Post a Comment